Mini Biografi PLA

Mini biografi ini ditulis sebagai bagian dari pemberesan yang harus dan sedang saya lakukan. Ini bukan sebagai pembenaran untuk kesalahan-kesalahan yang pernah saya lakukan, juga bukan alasan untuk menyalahkan orang lain. Komentar (dan saran?) ditunggu dengan gembira.

Saya dilahirkan dari satu keluarga keturunan Batak (Karo), dan juga cukup taat beragama (Kristen). Secara keseluruhan keluarga ini adalah keluarga yang normal, wajar dan baik-baik saja. Namun karena ada beberapa hal, saya kemudian tumbuh besar dengan beberapa masalah berikut:

1. Hubungan yang tidak sehat dengan orang tua, khususnya ayah. Walaupun tidak ada konflik besar yang pernah terjadi, namun di dalam hati saya, sekecil yang saya ingat, sudah ada rasa tidak hormat dan pemberontakan dalam hati. Intinya apapun yang dikatakan oleh ayah saya, mendapatkan tanggapan negatif dan saya harus melawannya, walaupun dengan cara yang sangat halus. Salah satu pemberontakan yang saya lakukan adalah lewat kecuekan saya dengan sekolah.

2. Masalah dengan seksualitas, di mana semenjak kelas 3 SD saya sudah terikat berat dengan pornografi dan kawan-kawannya. Masalah ini terus menghantui saya dengan kadar yang semakin meningkat, dan mendorong saya untuk melakukan hal-hal yang nekat.

3. Masalah dengan integritas diri, di mana semenjak saya kecil juga mulai belajar menipu dan menghalalkan segala cara. Sejak kecil saya terbiasa berbohong, walaupun sebenarnya tidak ada alasan untuk berbohong. Ayah saya pernah berkata, bahwa satu hal yang sangat ia takutkan dari saya adalah ketika saya berbohong, “muka kamu lurus”, artinya saya lakukan itu dengan sangat halus dan tanpa rasa bersalah.

4. Masalah dengan menghalalkan segala cara. Semenjak kecil juga saya sudah terbiasa untuk ambil jalan pintas menyelesaikan masalah, bahkan juga dengan cara ngemplang dan mencuri. Mula-mula saya mencuri dengan uang kecil dan alasan remeh, namun kemudian meningkat dan semakin dalam.

Semua hal di atas mulai saya rasakan sejak saya kecil, dan sepertinya menjadi bagian hidup saya. Sehingga kehidupan saya sepertinya adalah roller coaster yang terdiri dari masalah-masalah yang silih berganti, tetapi berfokus dengan 4 hal di atas.

Sebagai contoh:
Sewaktu SMP 5 saya malas sekolah, dan mulai membolos. Dan pada saat yang sama saya ngemplang uang sekolah, dan mencuri (atau menipu) dari teman-teman saya. Uangnya saya pakai untuk beli majalah playboy (dkk) di PLN. Dan lain-lain.

Dan contoh di atas adalah sebagian kecil (dan yang terus saya ulangi) dari masalah saya, yang semakin lama semakin dalam. Saya tidak ingat lagi sudah berapa banyak uang/barang teman-teman saya di SMA 3 yang sudah saya sikat atau saya tipu. Untungnya (atau sialnya), saya juga tidak pernah ketahuan secara frontal, dan semakin membuat saya bersemangat untuk mencuri dan menipu. Hanya satu kali saya ketahuan (atau hampir), ketika saya mencuri di rumah teman saya Herlambang (2A18), dan ayahnya yang tentara menginterogerasi saya. Namun dengan licik saya bisa berargumentasi dan berkelit dari hal tersebut.

Hal itu terus berlanjut sampai saya kemudian kuliah di ITB. Waktu itu ayah saya sudah meninggal, dan saya merasa terbebas dari orang yang selama ini merintangi usaha saya untuk mencari kesenangan. Saya seperti kuda yang lepas dari kekang dan mau mendapatkan kebebasan. Saya berusaha untuk berekspresi dengan cara yang selama ini saya inginkan.

Ketika saya bergaul dengan teman-teman Ars ITB dan CadLab, saya datang karena ada teman akrab di sana, dan juga saya mendapatkan fasilitas komputer yang cool.  Saya juga semakin senang karena teman-teman di Ars adalah orang-orang yang sangat toleran dan senang berekspresi. Saya merasakan ada outlet di mana saya bisa jadi diri sendiri dan belajar bergaul.

Tapi pada saat yang sama, masalah-masalah saya yang di atas bukan menjadi reda, tapi justru menjadi semakin kacau. Sampai sejauh itu masalah saya dengan seksualitas hanya sampai pornografi dkk., tapi tidak pernah sampai berhubungan. Suatu malam saya mampir di tempat pelacuran, dan sejak saat itu saya terikat.

Mulai 1993-1996, saya menjalani kehidupan ganda. Saya tampil biasa saja di kampus dan di rumah, tapi malam-malam saya berkeliaran mencari perempuan penghibur, dan berlagak menjadi bos. Saya ingat saya pernah habiskan uang satu juta dalam satu malam untuk main perempuan. Dan saya lakukan itu berpuluh kali.

Dari mana saya mendapatkan uang untuk membiayai hidup seperti itu? Disitulah mulai masalah saya yang lain ambil peranan. Saya mulai menipu sana-sini dan cara-cara lainnya. Misalnya saya pernah gadaikan STNK mobil juga. Dan saya juga ngemplang di mana-mana, bukan hanya di FT ITB, tapi juga di klub musik ITB. Dan di tempat-tempat lain. Seingat saya, saya mencuri uang besar di Cadlab 2 kali (5 juta atau lebih). Saya juga menipu teman saya Rully dll.

Dan saya tertekan. Saya tertekan karena saya takut ketahuan. Saya belum pernah ketahuan tapi saya tahu saya pasti akan ketahuan. Saya tidak punya rencana apapun, tapi saya tahu saya harus lakukan sesuatu, atau lebih baik mati…

Mei 1996
Waktu itu saya (dengan kepala penuh) saya pamit ke Jakarta, tapi sebenarnya saya jalan-jalan ke Bogor. Saya masih ada uang satu juta, sisa ngemplang uang Rully. Masih sempat main perempuan di sana. Masih pusing tidak tahu mau berbuat apa. Besoknya saya baca koran, dan saya lihat ada berita Bis Kramat Jati yang terbakar di Tol Jagorawi. Saat itu juga saya punya ide, bahwa dengan berita itu saya mungkin akan dikira orang sudah mati. Dan saya punya alasan untuk pergi.

Dan saat itu juga saya pergi, tanpa rencana, tanpa tujuan. Saya ambil bis ke Jogja, dan selama beberapa lama saya tinggal di sana, sampai kemudian uang saya mulai habis. Tapi sudah terlanjur, saya teruskan saja hidup saya dengan cara berpindah-pindah ke beberapa kota. Sampai uang saya betul-betul habis, dan saya masih teruskan juga pola seperti itu, dengan cara saya menipu orang, atau berpura-pura ke gereja, minta bantuan ke orang tertentu dll.

Sampai akhirnya saya tidak tahan dan saya kembali ke Bandung. Namun disinipun saya bingung mau ke mana, karena saya tidak berani pulang ke rumah, ataupun bertemu dengan siapa-siapa. Pada saat itu saya tinggal di sekitar jalan Banceuy, dan bekerja sebagai tukang cuci mobil/taksi. Saya lakukan itu selama sekitar dua bulan, selalu dengan ketakutan jangan-jangan ada orang yang akan mengenali saya.

Agustusan 1996
Ketika sedang berada di Bandung, dan tidur di emper jalan, saya baru menyadari bahwa kalau saya pernah kuliah, pernah ke luar negeri, tapi sekarang sedang jadi gelandangan, pasti ada sesuatu yang salah dengan hidup saya. Sampai detik itu, saya tidak pernah merasa bahwa apa yang terjadi dalam hidup saya merupakan akibat dari kesalahan-kesalahan saya. Saya merasa sebagai ‘korban’ atau ini adalah semacam takdir dalam kehidupan saya yang memang harus saya jalani. Ketika saya sadar bahwa saya sudah bersalah, dan harus ambil tindakan, mulailah ada semacam tekat dalam diri saya untuk lebih proaktif dalam hidup saya, walaupun saya belum tahu bagaimana caranya.

Sekitar bulan ini saya kembali ke Jogja, karena saya takut sekali kalau bertemu dengan orang yang mengenal saya. Dengan seberapa uang yang saya miliki, saya kemudian bergelandang di Jogja. Selama beberapa bulan yang saya lakukan setiap hari adalah berjalan keliling kota Jogja, tanpa tahu apa yang harus saya lakukan. Kadang-kadang saya hanya diam saja seharian, karena sudah berhari-hari tidak makan. Sering selama satu minggu lebih saya tidak makan sama sekali, sementara saya minum kadang dari air ledeng, kadang dari air sungai. Kadang-kadang ada orang yang melihat saya dan kasihan, lalu memberi makan/uang. Tetapi pola itu terus saya lakukan selama berbulan-bulan. Keadaan menjadi cukup baik, ketika kemudian saya tinggal di sebuah taman, dan ada seorang ibu pemulung yang berbaik hati dan memberikan saya makan setiap hari.

Desember 1996
Saya terkena razia, dan karena saya tidak memiliki identitas apapun, saya di bawa ke sebuah panti sosial. Ketika ditanya, saya tidak mau mengaku nama, dan memberi tahu bahwa nama saya Aan dan saya berasal dari Bandung. Saya tinggal di sana selama sekitar 6 bulan, diberi pelatihan dll. Namun juga ada kesempatan untuk mencari uang dengan cara menjadi pengamen. Selama beberapa bulan saya menjadi pengamen, namun hati saya sebenarnya sangat tertekan. Di satu sisi saya takut bertemu dengan orang yang saya kenal, di sisi lain saya merasa menjadi peminta-minta. Karena tertekan itulah, kemudian saya beralih menjadi pemulung, dan saya merasa lebih bebas untuk mengatur kehidupan saya, karena saya memiliki sumber pendapatan, walaupun untuk itu saya harus berjuang keras.

Juli 1997
Saya keluar dari Panti sosial tersebut, dan mengantungi sedikit uang. Bersama seorang teman sesama pemulung, saya mengontrak sebuah rumah. Dan sejak itu mulailah saya bekerja sebagai seorang pemulung profesional. Saya jadikan rumah sebagai homebase saja. Selama beberapa hari saya akan memulung dan tinggal di emper-emper jalan atau bawah jembatan, dan kemudian setelah saya memiliki uang, saya akan pulang ke rumah dan beristirahat. Dan pola tersebut saya lakukan selama beberapa lama.

Pertengahan 1998
Saya mulai menikmati peran saya sebagai seorang pemulung. Ini adalah dunia yang sama sekali baru buat saya, dan saya pun berkumpul dengan beberapa komunitas pemulung. Saya juga merasakan kehausan saya untuk hal-hal yang spiritual, dan saya pun mulai masuk gereja di dekat rumah saya, walaupun saya tidak mengakui profesi saya.

Namun pada saat itu, Juragan lapak yang biasa saya setori kemudian menawari saya pekerjaan di gudangnya. Saya pun beralih profesi menjadi pekerja gudang lapak, dan juga kemudian menjadi supir dan bahkan juga menjadi wakil juragan, karena setiap hari saya diberikan uang untuk mengelola gudang tersebut dan membeli barang-barang dari pemulung lainnya. Saya pun tinggal di rumah juragan tersebut.

Namun setelah memiliki pekerjaan dan juga uang yang cukup banyak, sifat lama saya kambuh lagi. Setiap kali saya punya uang, pasti saya akan lari lagi ke tempat pelacuran, dan menghabiskan uang di sana. Saya pun mulai mengutil uang juragan saya, yang sangat percaya kepada saya. Kondisi itu terjadi berbulan-bulan, dan lama-lama saya pun tertekan. Saya berpikir, kalau saya sudah sejauh ini tercabut dari akar saya karena kesalahan saya, dan sekarang saya mengulangi perbuatan itu, apa gunanya penderitaan yang saya alami selama ini? Saya juga tertekan karena dulu ketika jadi pemulung saya masih bisa beribadah, namun sekarang tidak bisa karena begitu sibuk.

Begitu tertekannya saya, sehingga ketika ada ketidakcocokan dengan juragan, saya langsung pamit dan meninggalkan pekerjaan itu. Setelah sekian lama bekerja dengan gaji yang cukup (karena kehidupan ditanggung juragan), ternyata saya hanya memiliki uang Rp. 20.000 saja, dan itulah yang saya bawa ketika saya kembali ke rumah kontrakan lama saya.

Sejak saat itu saya kembali berprofesi sebagai pemulung. Teman-teman sesama pemulung sangat heran dengan keputusan saya, karena bagi mereka, saya sudah naik daun. Namun saya memutuskan, jika saya tidak bisa mengubah karakter dan diri saya, maka sia-sialah penderitaan selama ini.

Setelah kembali ke rumah kontrakan ini, dan kemudian kembali menjadi pemulung, saya malah mendapatkan ketenangan dan kepuasan batin. Saya mulai membantu anak-anak di kampung saya dengan memberikan tambahan pelajaran gratis buat mereka. Saya pun mulai bisa beribadah lagi ke gereja, walaupun sekali lagi, dengan cara menyembunyikan identitas dan profesi saya, karena saya takut ditolak oleh mereka.

Suatu kali seorang teman datang ke rumah saya, dan di situ ia terkejut. Ia tahu saya seorang pemulung, namun ternyata ia kaget karena lemari saya penuh buku, dan semua bukunya berbahasa Inggris. Karena itu ia menawarkan saya untuk ikut bekerja dalam satu pelayanan anak asuh. Dan sejak itupun saya menambah pekerjaan sebagai tutor untuk bahasa Inggris, walaupun saya masih harus membagi waktu dengan pekerjaan pemulung.

Oktober 2000
Peran saya di pelayanan anak asuh meningkat terus sampai saya kemudian menjadi tenaga penuh waktu. Pada waktu itu saya bergumul karena banyak anak-anak yang diasuh berasal dari keluarga broken home, dan mereka pun adalah anak-anak yang bermasalah. Saya mencari tahu bagaimana cara untuk bisa menolong mereka, dan saya banyak mempelajari tentang psikologi anak dll, namun masalahnya sering terlalu kompleks, tidak banyak yang bisa saya lakukan.

Perubahan besar terjadi ketika kemudian saya mengikuti sebuah paket seminar dengan nama “School of Healing”, yang (waktu itu) ditawarkan sebagai sebuah paket pelatihan konseling. Karena itu dengan bersemangat saya mengikutinya. Yang saya dapatkan di tempat itu adalah bahwa, walaupun anak-anak asuh tersebut bermasalah dan saya mencari cara untuk menolong, namun ternyata saya juga adalah orang yang bermasalah berat dan butuh pertolongan.

Mei 2001
Sebagai hasil konseling dan pelayanan, akhirnya ada beberapa terobosan yang terjadi dalam hidup saya. Saya menyadari bahwa saya memiliki beberapa kebutuhan mendasar, dan saya mencoba untuk memenuhi dengan cara yang salah (seks, uang, perhatian dll.) Hasilnya adalah pada waktu saya mulai berekonsiliasi dengan keluarga saya (yang masih tidak tahu di mana saya, dan juga berasumsi bahwa saya sudah mati).

2002 – sekarang
Dengan berkaca dari kehidupan saya sendiri, saya melihat bahwa banyak orang yang hidupnya serupa dengan saya. Mereka punya kebutuhan mendasar yang coba dipenuhi dengan cara yang salah. Banyak orang yang tidak bisa tampil apa adanya, dan berusaha menutupi kekurangan dengan cara yang tidak sehat. Orang lain lagi memiliki problem emosional dan relasi yang parah. Hati saya tersentuh untuk orang-orang seperti itu, karena saya pun demikian, dan bahkan sampai sekarang pun masih terus harus membenahi diri. Saya kemudian memutuskan untuk memberikan hidup saya untuk menolong orang-orang yang seperti saya, dan mulai bergabung dengan lembaga tesebut.

Saat ini itulah yang saya lakukan sehari-hari. Menerima orang-orang yang bermasalah dalam hal keluarga, gangguan emosionil, maupun gangguan rohani. Saya juga melatih orang-orang agar bisa menolong orang lain yang juga sedang bermasalah. Saya masih juga bergumul dengan beberapa masalah lama, karakter diri, dan relasi. Namun sekarang saya ada komunitas yang bisa menolong dalam hal-hal ini, dan saya juga bisa tampil apa adanya, baik untuk masa lalu saya, maupun untuk hal-hal yang sekarang.

in HIS grace,
pla (paulpla08@gmail.com)

7 Replies to “Mini Biografi PLA”

  1. baru sekarang baca kisah hidup Om, sungguh TUHAN bekerja dengan luar biasa! tetap semangat melayani ya… GBU

  2. Yang tidak disangka, pak Paul yang sekarang saya kenal, punya latar belakang seperti itu kacaunya. atau sebaliknya, mas Aan yang pemulung sekarang jadi konselor yang didengarkan dan dicari banyak orang… tapi yang pasti Tuhan sangat mengasihi kita, Tuhan sangat mengasihi Bapak. PRAISE THE LORD.

  3. Sahabatku, Ingatlah bahwa Tuhan Yesus Kristus akan meletakkan Roh-NYa kepadamu, sebab mungkin waktu yang lalu Anda tidak tahu bahwa Engkau adalah Bait ALLAH, yang seharusnnya Roh ALLAH tinggal di hatiMU…..saya doakan sahabat, engkau jadi pioner dan menolong terus menolong anak anak…..dari dirimulah ALLAH punya rencana yang besar terhadap hidupmu….lewat Anda…..lewat Anda……sekali lagi LEWAT ANDA TUHAN YESUS AKAN BERKARYA…….bravo A GREAT MAN.

Leave a comment